Problematika industri peternakan unggas yang saat ini sering mencuat adalah terjadinya disparitas harga di tingkat kandang dengan di tingkat konsumen yang terlalu lebar. Akibatnya terjadi gejolak di masyarakat perunggasan, terutama di kalangan peternak.
Salah satu faktor penyebabnya adalah jalur distribusi yang terlalu panjang dan berbelit, ditambah lagi sentra-sentra produksi produk unggas banyak tersebar di pedesaan, sementara masyarakat konsumen terbesar berada di pusat-pusat kota di Indonesia. Di sinilah para pedagang pengumpul, bakul dan pedagang ayam memainkan perannya.
Peternak yang tidak memiliki sarana transportasi dan jalur akses menembus pasar konsumen produk unggas, posisi tawarnya akan rendah di hadapan para bakul, pedagang dan tengkulak. Solusi jitu yang dapat ditawarkan mengatasi masalah tata niaga distribusi ini adalah dengan pembangunan koperasi di kalangan peternak ayam.
Pembentukan koperasi memang bukan ide orisinal bangsa Indonesia, karena lembaga koperasi berawal dari upaya 28 buruh sebuah pabrik di Rochdale, Inggris, yang berinisiatif membuat lembaga koperasi konsumen pertama di dunia. Inisiatif pembentukan lembaga yang berlandaskan pada kekuatan seluruh anggota tersebut kemudian tersebar luas ke berbagai penjuru dunia, dan bahkan berkembang sebagai sebuah gerakan sosial untuk melawan kapitalisme.
Di Indonesia, ide gagasan pembentukan koperasi yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia, dan dikemukakan oleh bapak pendiri bangsa, Mohammad Hatta. Ideologi koperasi menjadi antitesa dari ideologi kapitalisme yang menyerbu dunia saat ini.
Dengan adanya koperasi perunggasan, kekuatan bertumpu pada para anggotanya, yakni para peternak yang tersebar di berbagai daerah. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM mesti dapat mendukung pembangunan koperasi-koperasi peternak unggas di kantong-kantong produksi unggas di daerah tersebut – sehingga kesejahteraan para peternak dapat meningkat.
Masalah sarana transportasi dan distribusi produk unggas ke konsumen pun bisa dikelola oleh koperasi peternak ini sehingga bisa menekan disparitas harga di tingkat peternak dan konsumen agar tidak terlalu tinggi. Dengan demikian, jalur tata niaga produk unggas yang selama ini terlalu panjang bisa disederhanakan dengan adanya koperasi peternak unggas, yang memang merekalah sesungguhnya produsen daging dan telur ayam.
SDM koperasi perunggasan
Pembangunan koperasi perunggasan harus berlandaskan pada upaya menumbuhkan dan mendorong kesadaran dan kebutuhan peternak untuk berkoperasi. Dengan begitu, koperasi perunggasan muncul karena memang itulah yang dikehendaki peternak.
Tugas pemerintah dalam hal ini adalah membimbing dan memfasilitasi. Perlu sistem dan tata kelola yang baik untuk membangun jaringan kerja yang solid di kalangan koperasi perunggasan ini, terlebih salah satu ciri kerja koperasi adalah kerja bersama dalam sebuah jaringan yang terintegrasi. Koperasi perunggasan yang telah terbentuk perlu melakukan aliansi strategis dengan membangun kerja sama dengan berbagai pihak dalam bentuk jaringan, baik menyangkut kerja, modal, operasional maupun pemasaran. Sudah bukan waktunya lagi koperasi dijalankan secara tersendiri, terlebih menghadapi era globalisasi seperti saat ini.
Untuk membentuk koperasi perunggasan yang profesional, sangat dibutuhkan adanya sumber daya manusia yang kompeten dan profesional dalam pengelolaannya. Demikian juga adaptasi teknologi mesti dilakukan, antara lain dengan penerapan informasi teknologi.
Untuk pembenahan arus informasi maka jaringan internet menjadi mutlak adanya, untuk menghubungkan sentra produksi unggas yang satu dengan yang lainnya, sehingga teknologi informasi teknologi ini dapat membantu berbagai aktifitas koperasi, mulai pemasaran, akses dana, data dan informasi, pertukaran informasi, serta aktifitas lainnya. Dengan jaringan sistem informasi teknologi yang tertata rapi, diharapkan akan bisa menjadi infrastruktur bagi usaha perunggasan dalam wadah koperasi yang adil dan merata -seperti yang dicita-citakan oleh Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta.
Di sisi lain, profesionalisme SDM harus pula dikedepankan. Dengan adanya era liberalisasi ekonomi dan perdagangan bebas, pengurus koperasi perunggasan harus yang benar-benar memahami permasalahan dan solusi masalah perkoperasian yang ingin dikelola secara benar dan efisien. Bila perlu koperasi perunggasan itu dapat merekrut pengelola profesional, sekaligus yang berwawasan koperasi sehingga dapat mengelola koperasi perunggasan secara profesional dan kompetitif. Sudah saatnya koperasi perunggasan sebagai wadah insan peternak unggas di Tanah Air untuk bisa terwujud, dan bisa sejajar dengan pelaku usaha lain.
TENTANG PENULIS: Andang S Indartono, Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI)
Disadur dari republika.co.id